Selasa, 17 Januari 2017

We Listen To Reply NOT To Understand


"Kamu ngga pernah ngertiin aku!" terlihat seorang gadis berjalan menjauh dari seorang pria yang saya duga adalah pasangannya, sepertinya pacar atau teman dekatnya. 

Anda pernah menemui keadaan seperti ini juga? 

Akar masalahnya kelihatannya sangat sederhana. Seperti yang sudah saya tulis di judul artikel ini. 



Terkadang kita mendengarkan orang lain saat sedang berbicara namun tidak "menyimak" atau memperhatikan sepenuh hati. 

Yang kita lakukan adalah berkelana kemana-mana dengan pikiran kita sendiri dan bersiap-siap membalas (me-reply) perkataan dari lawan bicara kita.

Untuk bisa berkomunikasi dengan baik, anda membutuhkan 2 hal sederhana. Satu, pendengaran yang baik. Dua, kemampuan untuk "menyimak" atau memahami apa yang ingin disampaikan lawan bicara kita dan tidak membalas apa yang ia ucapkan dengan segera. 

Ketika anda menyimak sepenuh hati, lawan bicara anda akan merasa nyaman dengan anda. 

Ketika konteks ini anda terapkan pada persahabatan atau pasangan anda, Anda bisa membuat pasangan makin sayang terhadap Anda atau syukur-syukur anda bisa memberikan jalan keluar bagi sahabat anda hanya dengan memahami apa yang ia utarakan dengan sedikit kata-kata yang sederhana namun bermakna.


-Negatifitas dari Listen to Reply-

Ada sebuah teori yang menyatakan mengenai konfirmasi bias dalam berkomunikasi. 

Konfirmasi bias dikatakan berhubungan dengan bagaimana orang lamban dalam berbicara VS seberapa cepat kita mendengarkan. 

Sebuah artikel yang diterbitkan oleh Harvard Business Review ("7 Tips untuk Mendengarkan Secara Efektif" oleh Tom D. Lewis dan Gerald Graham) mengutip suatu penelitian yang menyatakan sebagian besar individu berbicara sebanyak 175-200 kata per menit, sedangkan orang sangat mampu mendengarkan dan mengolah sebanyak 600 - 1.000 kata-kata permenitnya. 

Karena keadaan ini, otak tidak menggunakan kapasitas penuh saat mendengarkan, pikiran kita akhirnya melayang dari satu pertanyaan ke pertanyaan-pertanyaan lainnya. 

Dalam hal ini mungkin otak Anda lebih senang berimajinasi ketimbang mendengarkan orang lain berbicara.


Fenomena ini disebut juga Hukum Miller, dinamakan begitu setelah seorang psikolog bernama George Miller menyatakan pada tahun 1980 bahwa "Dalam rangka untuk memahami apa yang orang lain katakan, Anda harus mengasumsikan bahwa (perkataan mereka) adalah benar dan membayangkan bagaimana jika perkataan itu memang benar adanya." 

Miller menemukan bahwa banyak orang menerapkan prinsip ini secara terbalik, atau apa yang dikenal sebagai mendengarkan secara kompetitif. 

Mereka mendengarkan sesuatu dalam percakapannya dengan orang lain dan memiliki reaksi negatif, karena mereka percaya apa yang orang tersebut katakan tidak benar. 

Anda berhenti mendengarkan orang itu, dan komunikasi dengan lawan bicara Anda rusak seketika.

-Cara mengatasi Listen to Reply-

Apakah mungkin jika kita mencoba berkonsentrasi lebih penuh terhadap sebuah percakapan akan merubah kebiasaan buruk ini? 

Menurut Andy Eklund (seorang business coach) daripada berusaha memaksa diri untuk mendengarkan lebih baik, sebaiknya Anda membiarkan diri untuk mendengarkan lebih baik. 

Apa bedanya? Banyak.

Konsentrasi adalah tugas yang sangat sulit bagi kebanyakan orang, pada dasarnya karena itu melelahkan. 

Jika Anda memaksa diri untuk berkonsentrasi, otak Anda akan bekerja sampai pada sebuah titik ia kemudian menjadi lelah, lalu seperti komputer yang mati (shutdown), atau beralih menjadi autopilot. 

Para ilmuwan menyebutnya "decoupling saraf." Nenek Eklund akan memberitahu bahwa otak Anda sedang pergi makan siang.

Untuk membiarkan diri Anda untuk mendengarkan lebih baik, Anda harus berpikir dan bekerja dengan cara yang berbeda. 

Alih-alih memaksa diri Anda, jadilah lebih pasif. 


7 poin ini bisa Anda coba terapkan agar bisa menjadi pendengar yang lebih baik :

1. Singkirkan gangguan dari luar. Tutup diri Anda dari segala sesuatu. Bernapas secara rileks, perlahan dan dalam sampai Anda merasa nyaman.

2. Buka pikiran Anda. Stop menilai setiap perkataan orang lain ketika ia berbicara. Dengarkan saja apa yang sedang ia bicarakan. Jika Anda memiliki masalah dengan fokus, ulangi kembali apa yang dikatakan orang tersebut di dalam hati.

3. Dengarkan gambaran besarnya, abaikan rincian lain.

4. Perhatikan - tetapi jangan menghakimi/menilai - komunikasi non-verbal lawan bicara Anda. Bagaimana cara mereka duduk? Bagaimana dengan kontak matanya? Apakah ucapan mereka cepat atau lambat, halus atau patah-patah? Apakah ada yang mereka tidak katakan namun terlihat dari sikapnya?

5. Jangan melompat langsung ke kesimpulan atau menyela pembicaraan. Jangan berbicara sampai lawan bicara Anda selesai bicara. Anda dapat meminta dengan sopan kepada lawan bicara Anda untuk mengulangi perkataannya jika perlu, namun selalu lakukan diantara kalimat penuh mereka.

6. Senada dengan poin ke-3, Anda bisa mengutip gambaran besar pembicaraan lawan bicara Anda, lalu baru kemudian tambahkan detail seperlunya.

7. Tantanglah diri Anda terlebih dahulu. Sangat mungkin dlam suatu percakapan Anda akan tidak sependapat dengan lawan bicara Anda. Jika demikian, tanyakan hal-hal ini pada diri Anda sendiri. Apakah yang ia bicarakan benar? Dalam kondisi apa mungkin saja yang ia bicarakan benar? Pertanyaan-pertanyaan ini akan memaksa Anda untuk menempatkan diri pada posisi lawan bicara Anda, dan akan membuat jauh lebih sulit untuk berdebat dengannya.


Pernah mengalami "Listen to Reply?" Share pengalaman Anda di kolom komentar. Thanks :)


Tambahan materi berasal dari : http://www.andyeklund.com/listening-to-understand/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar